Di tengah dominasi aneka mainan modern, produk mainan tradisional
anak masih bertahan. Salah satu sentra mainan tradisional ini berada di
Desa Karanganyar, Kecamatan Welahan, Jepara, Jawa Tengah.
Hampir semua warga desa berprofesi sebagai pengrajin
mainan
tradisional anak, seperti kitiran dan hewan-hewanan yang bisa berjalan
jika dilepaskan talinya.
Desa Karanganyar berada di sebelah selatan pusat Kabupaten Jepara.
Perjalanan menuju desa ini bisa ditempuh kendaraan bermotor dengan jarak
tempuh sekitar dua jam.
Desa ini berada di ujung Jepara karena berbatasan langsung dengan
Kecamatan Wijen, Kabupaten Demak. Jarak tempuh dari Demak malah lebih
dekat, hanya sekitar 15 menit.
Salah seorang pengrajin mainan anak, Budiman bilang, sentra mainan
anak di Karanganyar telah berdiri sejak 1985. Saat ini, hampir semua
warga Desa Karanganyar menggeluti kerajinan mainan.
Namun, hanya sekitar 20 pengrajin yang memiliki modal. Nah, mereka
inilah yang mempekerjakan warga desa membuat mainan anak. “Warga menjadi
karyawan di sini,” katanya.
Sebagian dari mereka ada yang membuka bengkel kerja sekaligus toko
mainan di halaman rumah. Namun, sebagian lagi ada yang membuat mainan
untuk dikirim ke luar kota, bahkan ke luar negeri.
Budiman, misalnya, menggunakan halaman depan rumahnya untuk membuat
mainan anak. Di rumah ini, terdapat pelbagai bahan baku mainan, seperti
spon dan bambu. Produk mainan yang tidak dijual langsung, karena
semuanya pesanan. “Saya tidak melayani pembelian di rumah,” ujarnya.
Budiman membuat enam jenis mainan. Antara lain, kitiran, lele-lelean,
tikus-tikusan, dan mainan kipas putar. Harganya bervariasi, mulai Rp
1.000 - Rp 1.300 per piece. “Harga mainan ini naik Rp 100 setelah
Lebaran lalu lantaran harga bahan baku juga naik,” katanya.
Dari masing-masing jenis mainan, Budiman mengaku bisa membuat hingga
1.000 pieces per bulan. Jadi, dalam sebulan, ia bisa memproduksi hingga
6.000 mainan.
Dari usaha ini, Budiman bisa meraup omzet sekitar Rp 60 juta per bulan. “Margin keuntungan bisa sampai 50%,” ucap dia.
Pengrajin lainnya, Toni mengaku sudah terjun ke usaha ini sejak tahun 1990. Ia membuat aneka mainan tradisional, seperti kitiran, kipas putar, topeng, bola, dan terompet.
Pengrajin lainnya, Toni mengaku sudah terjun ke usaha ini sejak tahun 1990. Ia membuat aneka mainan tradisional, seperti kitiran, kipas putar, topeng, bola, dan terompet.
Dalam sebulan, Toni bisa menjual sekitar 5.000 mainan. Ia bisa
mengantongi omzet sebesar Rp 40 juta saban bulan. Sebagian besar
penjualan merupakan orderan. “Hanya 30% yang saya jual di sini,”
katanya.
Pelaku usaha lainnya, Nina, juga lebih banyak melayani orderan atau
pesanan. Sementara, penjualan langsung di showroom hanya untuk menambah
omzet. Setiap bulan, Nina meraup omzet belasan juta dari usaha pembuatan
mainan anak-anak ini.
0 comments:
Post a Comment